Selasa, 08 November 2011

Aspek Hukum dalam Bisnis


PELANGGARAN TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Peredaran produk palsu tercatat semakin tinggi di Indonesia. Data Kementerian Hukum dan HAM mencatat sudah ada 23 laporan pelanggaran terhadap Hak atas kekayaan Intelektual (HaKI) sejak Februari 2011 hingga Oktober 2011. Jumlah laporan pelanggaran HaKI tersebut terbilang jauh lebih tinggi dari target sebelumnya yakni enam perkara saja dalam setahun.
Direktur Penyidikan Kementerian Hukum dan HAM Faturrachman menuturkan dari laporan yang ada, sudah ada 13 perkara yang ditangani oleh institusinya. Meskipun tergolong masih sedikit, namun Faturrachman mengklaim penanganan yang sudah dilakukan itu tergolong tinggi sebab bila dibandingkan targetnya, perkara yang diusut harusnya lebih tinggi. "Sebelumnya kami targetkan hanya sebanyak 6 perkara yang harus ditangani," ujarnya di Jakarta, Kamis (3/11).
Faturrachman menjelaskan bahwa salah satu perusahaan yang melaporkan adanya pelanggaran HaKI adalah perusahaan otomotif Honda, dan sejumlah pengusaha lokal lainnya. Pelanggaran yang banyak dilaporkan adalah pelanggaran terhadap pemakaian merek. Seperti banyak pelaku usaha menggunakan merek palsu. Hal itu tercatat dengan begitu banyaknya sengketa merek yang terdaftar di Pengadilan Niaga. Pemalsuan terhadap merek produk ini bisa dikenai pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan hal itu berusaha ditegakkan oleh Kementerian Hukum dan Ham untuk meminimalisir pemalsuan produk tersebut.
Ketua Asosiasi konsultan HaKI, Justisiari Perdana Kusumah menambahkan pihaknya akan terus mendukung upaya Ditjen Penyidikan HaKI dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait maraknya peredaran produk palsu di pasaran. Soalnya hal itu akan sangat merugikan konsumen. "Kami sangat men-supportpelaku bisnis yang menghargai HaKI," jelasnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAPI) barang palsu yang paling banyak dikonsumsi masyarakat adalah pakaian, software dan barang dari kulit. Persentasenya adalah untuk jenis barang pakaian sebesar 30,2%, software 34,1%, barang dari kulit 35%,7%, spare parts 16,8%, lampu 16,4%, elektronik 13,7%,rokok 11,5%, minuman 8,9%, pestisida 7,7%, oli 7%, kosmetika 7% dan farmasi 3,5%.
Akibat peredaran produk palsu tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 43,2 triliun yang berasal dari 12 sektor industri. Perhitungan kerugian tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) sepanjang Juni hingga Oktober 2010 silam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar